Kamis, 08 Desember 2011

cerPen 7 dinie fumi



AKU MENCINTAI DIA
Udara dingin menyergap tubuhku. Angin berhembus kencang membelai anak rambutku. Kusingkap rambut panjangku dan ku ikat ekor kuda kebelakang. Ku pandang pemandangan taman ini dengan mata sayu. Mataku masih basah sehabis menangis tadi. Ku ingat dirinya lagi, dan air mata inipun mengalir tapa diminta. Betapa bodohnya aku. Betapa egoisnya diriku padanya. Aku tau bahwa dia telah tidak mencintaiku seperti sedia kala, tapi rasa cintaku yang amat besar kepadanya membuatku melalukan sesuatu yang berakibat fatal. Teringat kejadian tadi pagi.

                Aku dan sahabatku Janu tengah berbicara serius di kelas, saat itu kelas memang tengah sepi.
“Aku sangat mencintainya” kataku, mataku basah dengan tangis kecil.
“Sudahlah Ri! Jangan tangisi orang seperti dia. Di dunia bukan dia seorang saja! Masih banyak yang bisa menerimamu apa adanya!” ujar Janu padaku.
“Tapi aku sangat menyukainya! Dia sempurna di mataku, dia selalu mengerti aku!” kali ini aku setengah berteriak.
“Kalau begitu mengapa kamu dulu menghianati cintanya! Dan menjalin hubungan dengan cowok lain?” tegur Janu padaku.
“Karena… karena saat itu dia menggantungku” ucapku lemah.
“Apapun alasannya kau tetap salah, karena itu berarti kau hanya mempermainkan dirimu sendiri dan dirinya juga orang yang pernah menjalin hubungan dengan mu itu”
“Iya aku telah sadar akan hal itu. Aku menyesal karena telah menyia-nyiakan dia”
“Terus maumu apa Ri?” tanya Janu.
“Tolong aku, tolong sampaikan padanya kalau aku masih sangat mencintainya Nu, aku mohon” pintaku penuh harap.
“Bagaimana bisa aku memberitahunya?”
“Terserah kamu, aku percayakan padamu saja”  ujar ku, kali ini air mataku telah berhenti, berganti dengan setitik harapan. Harapan semoga petra mau menyambut perasaanku padanya. Ya orang yang tengah kami bicarakan itu adalah Petra. Seseorang yang sangat berarti untukku itu. Aku sangat mencintainya. Aku ingin dia mengerti akan perasaanku ini.

                Setelah itu, 2 jam kemudian, Janu membawa laporan untukku, dia mengatakan bahawa petra hanya mengucapkan kata maaf saja dan tidazk lebih. Aku kecewa dengan hal itu, ingin rasanya aku berteriak saat itu juga, meneriakkan isi hatiku yang sebenarnya agar Petra tau betapa besarnya cintaku padanya.

                Aku tidak puas dengan hanya jawaban maaf dari Petra. Aku ingin mendengarkan sendiri bagaimana perasaannya yang sesungguhnya saat ini padaku. Dan akupun menemuinya saat pulang sekolah.
“Petra…” panggilku saat kulihat ia tengah bersiap-siap untuk pulang. Petra hanya tersenyum tapi aku tau itu merupakan senyum yang dipaksakan.
“Maaf Sari. Kau pasti telah tau. Hanya maaf yang bisa aku katakan, maaf karena perasaanku padamu tidak seperti dulu lagi,.. maaf” ucapnya sembari berlalu dari hadapanku. Aku hanya bisa diam, tubuhku lemas, airmataku mengalir deras. Betapa sakitnya hatiku saat ini.
                Dan disinalah aku, ditaman ini, duduk sendirian, mencoba menenangkan diriku. Tapi kenangan itu hadir di benak mataku. Kenangan bersama dirinya saat kita atau tepatnya dia masih mencintaiku. Aku hanya bisa berdoa dan memohon, “Tuhan jika dia memang bukan untukku, segeralah kau hapus perasaanku ini padanya agar aku tidak terlarut dalam kesedihan yang mendalam. Tetapi jika dia memang untukku, segeralah kau bukakan pintu hatinya untukku Tuhan” pintaku pada Yang Maha Kuasa. Dan aku pun beranjak dari taman itu. Aku menatap jalan didepan dengan ketegaran yang barusan aku dapatkan.

_THE END_
Dini Isnanila Sari






Tidak ada komentar:

Posting Komentar